Ditinjau dari sumbernya, ada beberapa
komponen yang membentuk ekuitas pemegang saham yaitu:
(1) jumlah rupiah yang disetorkan oleh
pemegang saham
(2) laba ditahan yang merupakan sisa laba
setelah pembagian dividen
(3) jumlah rupiah yang timbul akibat
apresiasi/revaluasi aset visis tertentu
(4) jumlah rupiah donasi dari pihak
nonpemegang saham
(5)
sumber lainnya
Laba ditahan pada dasarnya adalah
terbentuk dari akumulasi laba yang dipindahkan dari akun ikhtisar Laba-Rugi (income summary). Begitu saldo laba
ditutup ke laba ditahan, sebenarnya saldo laba tersebut telah lebur menjadi
elemen modal modal pemegang saham yang sah. Seperti juga modal setoran, laba
ditahan menunjukkan sejumlah hak atas seluruh jumlah rupiah aset bukan hak atas
jenis aset tertentu. Dengan demikian untuk mengukur seluruh hak pemegang saham
atas aset, laba ditahan harus digabungkan (ditambahkan) dengan modal setoran.
Pembedaan antara dua bagian elemen ekuitas pemegang sangat penting. Dari
segi administrasi keuangan, laba ditahan merupakan indikator daya melaba (earning power) sehingga laba ditahan
harus selalu dipisahkan dengan modal setoran meskipun jumlahnya akhirnya
ditotal untuk membentuk ekuitas pemegang saham. Pembedaan ini juga penting
secara yuridis karena modal setoran merupakan dana dasar (basic fund) yang harus tetap dipertahankan untuk menunjukkan
perlindungan bagi pihak lain. Dana ini hanya dapat ditarik kembali dalam
likuidasi atau dalam keadaan luar biasa lainnya. Sementara itu, laba ditahan
adalah jumlah rupiah yang secara yuridis dapat digunakan untuk pembagian
dividen.
Segala
perubahan aset akibat penggunaan aset untuk tujuan produktif (for productive effect) harus dibedakan
dengan perubahan aset dalam rangka pemerolehan dana (for financial effect.). Untuk selanjutnnya, perubahan yang pertama
disebut perubahan karena transaksi operasi sedangkan yang kedua transaksi
modal. Pembedaan ini menjadi landasan utama penyajian statemen laba-rugi
komprehensif.
MODAL YURIDIS
Modal
yuridis timbul karena ketentuan hukum yang mengharuskan bahwa harus ada
sejumlah rupiah yang dipertahankan dalam rangka perlindungan terhadap pihak
lain. Bentuk ketentuan hukum ini adalah bahwa saham harus mempunyai nilali
nominal atau nilai minimum yang dinyatakan untuk menunjukkan hak yuridis. Modal
yuridis merupakan jumlah rupiah “minimal” yang harus disetor oleh investor
sehingga membentuk modal yuridis (legal capital).
Ada
juga aturan yang menetapkan bahwa saham tidak dapat dijual di bawah nilai tertentu
yang menjadi batas nilai yuridis sehingga tidak dikenal adanya diakun modal
saham. Tujuan penyajian modal yuridis ini adalah untuk memberi informasi kepada
para pemegang ekuitas lainnya tentang batas perlindungan investasinya. Secara
yuridis pemisahan ini dianggap cukup penting dan harus diungkapkan dalam pelaporan
keuangan.
BESARNYA MODAL YURIDIS
Dalam
hal saham bernilai nominal (par stock),
modal yuridis dapat sama dengan jumlah yang dikenal dengan nama modal saham (capital stock). Modal saham menunjuk
jumlah rupiah perkalian antara cacah saham beredar dengan nilai nimonal per saham. Jumlah ini merupakan
jumlah rupiah yang secara yuridis menjadi hak pemegang saham walaupun dalam
transaksi pembelian saham jumlah rupiah yang disetor/dibayarkan melebihi modal
yuridis tersebut.
Modal
saham ini juga merupakan batas tanggung jawab pemegang saham dan batas kerugian
pribadi yang harus ditanggung pemegang saham. Artinya, dalam hal terjadi
likuidasi pemegang saham tidak dapat menuntut pembagian kekayaan atas dasar
modal yang disetor (kecuali ada sisa untuk itu). Sebaliknya, dalam hal hasil
penjualan aset dalam likuidasi tidak dapat menutup seluruh utang perseroan,
pemegang saham tidak dapat diminta untuk menutup utang lebih dari modal saham
atau modal yang telah disetor kecuali pemegang saham bertindak sebagai direksi.
MODAL SETORAN LAIN
Nominal
saham sering dianggap bukan merupakan harga efektif saham sehingga secara
akuntansi penentuan nilai nominal saham sebenarnya tidak bermakna ekonomik.
Dalam hal tertentu, nilai nominal saham lebih merupakan alat unuk pemerataan
distribusi pemilikan daripada untuk menunjukkan nilai saham itu sendiri. Karena
tidak bermakna ekonomik, saham dapat diterbitkan tanpa nilai nominal (no par stock). Ada dua alasan penerbitan
saham tanpa nilai nominal yaitu (1) untuk menghindari utang bersyarat dalam hal
saham terjual di bawah harga nominal dan (2) tidak ada hubungan antara nilai
nominal dengan harga pasar saham.
Namun
penerbitan saham tanpa nilai nominal ini dapat menimbulkan persoalan khususnya
dalam hal perusahaaan dilikuidasi karena akan sulit untuk menentukan dasar
pembagian kekayaan perusahaan. Selain itu, perlindungan bagi kreditor menjadi
tidak jelas karena seakan-akan tidak ada batas jumlah rupiah yang dapat
dibagikan kepada pemegang saham dalam bentuk dividen dan likuidasi modal. Saham
tanpa nilai nominal juga dijual dengan harga yang sangat rendah semata-mata
untuk tujuan penggeseran pemilikan atau mempengaruhi harga saham. Oleh karena
itu, beberapa negara memberlakukan ketentuan bahwa perseroan (dewan direksi)
menyatakan nilai saham minimum yang disebut nilai nyataan (stated value). Saham tidak dapat diterbitkan kalau dijual dengan
harga dibawah nilai nyataan ini. Nilai nyataan akan berfungsi sebagai modal
yuridis.
Modal
yuridis dapat diubah sewaktu-waktu tanpa harus menerbitkan saham baru. Modal
yuridis juga dapat berubah akibat transfer antar sumber dana sehingga terkadang
sulit untuk menentukan berapakah modal yuridis perusahaan yang sebenarnya
sebagai informasi kepada pihak yang berkepentingan. Pengungkapan modal yuridis
tidak diperlukan kecuali untuk perusahaan yang baru berdiri. Dalam perusahaan
besar yang labanya berkembang, modal yuridis biasanya merupakan sebagian kecil
dari total ekuitas pemegang saham. Dalam keadaan seperti ini, jumlah rupiah
dividen tahun berjalan dan masa mendatang tidak akan bergantung pada jumlah
modal yuridis. Justru seluruh modal pemegang saham (termasuk laba ditahan) akan
berlaku sebagai perlindungan (buffer)
bagi kreditor. Sebenarnya, kreditor akan lebih mendasarkan keputusannya pada
total sumber ekonomik perusahaan, kemampuan memperoleh laba, dan kebijakan
keuangan perusahaan daripada pada modal yuridis.
Selain
itu ada yang menyatakan bahwa modal saham dan modal setoran lain merupakan
komponen yang harus dianggap sebagai satu kesatuan dan jumlah rupiahnya harus
ditotal untuk menunjukkan modal setoran total. Akan tetapi, harus dibedakan
dengan tegas antara modal setoran dengan laba ditahan. Selanjutnya ditegaskan
bahwa secara ekonomik bukanlah modal yuridis yang menjadi batas perlindungan
tetapi justru laba ditahanlah yang merupakan penyangga umum (general purpose buffer) untuk segala
kemungkinan rugi dan hal-hal bersyarat lainnya.
Modal
saham yuridis (legal capital) dapat
disajikan sebagai suatu rincian di bawah judul “modal setoran total.”Oleh
karena itu, neraca akan menjadi kurang informatif kalau komponen-komponen modal
setoran dipisahkan tetapi tidak ditunjukkan totalnya.
Dengan
dasar pikiran di atas, transfer dari modal setoran ke laba ditahan tanpa alasan
yang kuat adalah penyimpangan dari penalaran yang valid.Ini berarti bahwa modal
tidak dapat digunakan sebagai sumber laba ditahan. Demikian juga,tidak
sebagianpun dari jumlah rupiah laba ditahan dapat dimasukkan sebagai modal
setoran kecuali jumlah rupiah tersebut telah diubah menjadi modal dengan proses
kapitalisasi yuridis atau telah berubah karena transaksi modal.
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapus